Jumat 27 Jamadilakhir 1436 / 17 April 2015 15:15
MARAKNYA pemberitaan media tentang hilangnya kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) membuat SNH Advocacy Center melakukan investigasi atas pemberitaan tersebut dengan mendatangi beberapa kantor kelurahan. Di antaranya Cipinang Muara, Gedong, Tomang dan Menteng.
Di samping itu juga melakukan klarifikasi ke Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Timur serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta tentang pemberitaan hilangnya kolom agama dalam pembuatan KTP.
Direktur SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid mengaku saking banyaknya pengaduan kepada lembaganya, akhirnya mereka menurunkan tim investigasi untuk mendapatkan informasi langsung dari pihak terkait. Dalam hal ini, kelurahan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di beberapa wilayah di Jakarta secara acak.
“Hal ini dilakukan untuk mencari kebenaran informasi dan apabila benar maka kami akan lakukan upaya hukum,” ujar dia dalam keterangan persnya kepada Islampos, Jum’at (17/4/2015).
Dalam penelusuran yang dilakukan SNH Advocacy Center pada beberapa kelurahan di Jakarta didapatkan memang benar dalam Formulir Permohonan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia (form F1.21) tidak terdapat kolom agama, dan hanya tertera Nama Lengkap, No. KK, Nomor Induk Kependudukan dan Alamat saja.
Namun pihak Kepala Satuan Pelayanan Penduduk dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kelurahan Cipinang Muara Menjelaskan, belum ada perubahan pengisian biodata pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), semua masih sama.
Begitu pula dengan e-KTP kecuali untuk masa berlaku terdapat perubahan dari masa berlaku 5 (lima) tahun menjadi seumur hidup, tapi data agama masih dicantumkan.
Memang diakui, jika dalam formulir permohonan kartu tanda penduduk (KTP) warga negara Indonesia F1.21 tidak dicantumkan data agama pemohon. Namun dalam Permohonan Pencetakan/Penerimaan KTP Elektronik yang digunakan sebagai tanda terima untuk pengambilan e-KTP yang sudah masuk dalam sistem, data agama masih tercantum.
Sylvi menegaskan, atas temuan timnya harusnya ada penyesuaian antara data yang ada dalam formulir F1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP.
“Agar tidak terjadi kesimpang siuran maka perlu kesamaan antara data yang dimohonkan dalam Form F 1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP. Perlu ada klarifikasi dari instansi terkait mengenai formulir F1.21 yang ada dikelurahan. Hal ini sangat diperlukan agar masyarakat tidak resah dan ketertiban dapat terjaga,” Imbuh Sylvi sapaan akrabnya.
Sylvi menilai, perlunya pencantuman kolom agama dalam e-KTP karena menyangkut banyak persoalan terkait dengan status sosial dan hukum. Contoh yang paling ekstrim apabila seseorang meninggal dunia dan tidak diketahui keluarganya, maka menjadi hak jenazah untuk mendapat penyelenggaraan ritual keagamaan, sebagaimana agama yang dianut. Namun jika identitas agamanya tidak diketahui maka apa yang menjadi haknya akan terabaikan.
“Begitu juga dengan acara penguburan jenazahnya, apalagi ada suara-suara yang mengigatkan kembali akan bahaya faham-faham anti Tuhan dan Agama,” jelas Sylvi.
Oleh karena itu, Sylvi berharap agar kolom agama ini tetap ada sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2010
“Pemerintah harusnya segera merespon atas pemberitaan yang meresahkan di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu kami berharap Pemerintah dalam hal ini Mendagri tidak merubah ketentuan kolom agama dari ada menjadi tidak ada; apabila hal ini terjadi maka ia tidak segan-segan akan menggugat Pemerintah,” tegas Sylvi.
Sumber : www.islampos.com
MARAKNYA pemberitaan media tentang hilangnya kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) membuat SNH Advocacy Center melakukan investigasi atas pemberitaan tersebut dengan mendatangi beberapa kantor kelurahan. Di antaranya Cipinang Muara, Gedong, Tomang dan Menteng.
Di samping itu juga melakukan klarifikasi ke Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Timur serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta tentang pemberitaan hilangnya kolom agama dalam pembuatan KTP.
Direktur SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid mengaku saking banyaknya pengaduan kepada lembaganya, akhirnya mereka menurunkan tim investigasi untuk mendapatkan informasi langsung dari pihak terkait. Dalam hal ini, kelurahan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di beberapa wilayah di Jakarta secara acak.
“Hal ini dilakukan untuk mencari kebenaran informasi dan apabila benar maka kami akan lakukan upaya hukum,” ujar dia dalam keterangan persnya kepada Islampos, Jum’at (17/4/2015).
Dalam penelusuran yang dilakukan SNH Advocacy Center pada beberapa kelurahan di Jakarta didapatkan memang benar dalam Formulir Permohonan Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia (form F1.21) tidak terdapat kolom agama, dan hanya tertera Nama Lengkap, No. KK, Nomor Induk Kependudukan dan Alamat saja.
Namun pihak Kepala Satuan Pelayanan Penduduk dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kelurahan Cipinang Muara Menjelaskan, belum ada perubahan pengisian biodata pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), semua masih sama.
Begitu pula dengan e-KTP kecuali untuk masa berlaku terdapat perubahan dari masa berlaku 5 (lima) tahun menjadi seumur hidup, tapi data agama masih dicantumkan.
Memang diakui, jika dalam formulir permohonan kartu tanda penduduk (KTP) warga negara Indonesia F1.21 tidak dicantumkan data agama pemohon. Namun dalam Permohonan Pencetakan/Penerimaan KTP Elektronik yang digunakan sebagai tanda terima untuk pengambilan e-KTP yang sudah masuk dalam sistem, data agama masih tercantum.
Sylvi menegaskan, atas temuan timnya harusnya ada penyesuaian antara data yang ada dalam formulir F1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP.
“Agar tidak terjadi kesimpang siuran maka perlu kesamaan antara data yang dimohonkan dalam Form F 1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP. Perlu ada klarifikasi dari instansi terkait mengenai formulir F1.21 yang ada dikelurahan. Hal ini sangat diperlukan agar masyarakat tidak resah dan ketertiban dapat terjaga,” Imbuh Sylvi sapaan akrabnya.
Sylvi menilai, perlunya pencantuman kolom agama dalam e-KTP karena menyangkut banyak persoalan terkait dengan status sosial dan hukum. Contoh yang paling ekstrim apabila seseorang meninggal dunia dan tidak diketahui keluarganya, maka menjadi hak jenazah untuk mendapat penyelenggaraan ritual keagamaan, sebagaimana agama yang dianut. Namun jika identitas agamanya tidak diketahui maka apa yang menjadi haknya akan terabaikan.
“Begitu juga dengan acara penguburan jenazahnya, apalagi ada suara-suara yang mengigatkan kembali akan bahaya faham-faham anti Tuhan dan Agama,” jelas Sylvi.
Oleh karena itu, Sylvi berharap agar kolom agama ini tetap ada sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2010
“Pemerintah harusnya segera merespon atas pemberitaan yang meresahkan di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu kami berharap Pemerintah dalam hal ini Mendagri tidak merubah ketentuan kolom agama dari ada menjadi tidak ada; apabila hal ini terjadi maka ia tidak segan-segan akan menggugat Pemerintah,” tegas Sylvi.
Sumber : www.islampos.com
Komentar
Posting Komentar